Minggu, 08 Januari 2012

Elang Jawa


A. Elang Jawa
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Nisaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung.


1.    Ciri-ciri Elang Jawa
Adapun ciri-ciri elang jawa adalah sebagai berikut :
-            Elang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).
-            Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu,
-            panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari).
-            Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.
-            Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki.
-            Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari.
-            Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah,
-            ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
-            Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan.
-            Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda.
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

2.    Habitat Elang Jawa
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau didataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti diujung kulon dan meru Betiri. Sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2200 m dan kadang-kadang 3000 m dpl. Elang Jawa lebih memilih habitat yang masih alami di hutan alam (48%) dan menghindari hutan tanaman
3.    Makanan Elang Jawa
Makanan elang Jawa antara lain berbagai jenis reptile, burung-burung sejenis walik, punai dan ayam kampong. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, msang, tikus sampai dengan anak monyet. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka.
4.    Organ Indera Elang Jawa
·         Penglihatan
Mata burung pemangsa berkembang dengan baik, mereka memiliki penglihatan 10 kali dari penglihatan manusia. Elang Jawa mempunyai penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh.
·         Cakar
Cakar Elang Jawa, memiliki otot-otot yang kuat dilengkapi dengan kuku yang tajam untuk mencegah mangsa-mangsa yang lepas pada saat dicengkeram oleh elang Jawa.
·         Paruh
Elang Jawa memiliki paruh yang ajam dan kuat untuk mencabik-cabik mangsanya. Paruh elang tidak bergerigi tetapi mempunyai bengkok yang kuat.
·         Sistem Pernapasan
Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai Ventrikel.



5.    Reproduksi Elang Jawa

·           Musim kawin elang terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei.
·           Elang Jawa Berkembang Biak setiap 2 tahun dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya, musim berbiak Mei-Agustus.
·           Jumlah anak elang Jawa umumnya 1 ekor, dengan jumlah telur 1 butir.
·           Masa mengerami 44 – 48 hari.
·           Sarang dibuat bersama oleh sepasang induk pada pohon yang tinggi di tengah hutan.


elang3.JPG

Ketika akan berbiak, perilaku display di udara mulai dilakukan. Perilaku seperti soaring berpasangan, kejar-kejaran (betina terjun diagonal di ikuti oleh jantan mengejar dari belakang), dan presentasi talon berpasangan.
6.    Distribusi Elang Jawa
Elang Jawa merupakan satwa endemic Pulau Jawa yang tersebar dari Ujung Barat Taman Nasional Ujung Kulon hingga ujung Timur Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian, penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan prmer dan di daerah perbukitan berhutan pada dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan diseparuh belahan selatan Pulau Jawa.




B. Taksonomi Elang Jawa
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung Spizaetus nipalensis. Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.
Nama latin untuk elang jawa kini resminya telah berganti dari Spizaetus bartelsi menjadi Nisaetus bartelsi.
Javan Hawk Eagle (Spizaetus bartelsi) (464508083).jpgKlasifikasi ilmiahnya adalah sebagai berikut:
Kerajaan          : Animalia;
Filum               : Chordata;
Kelas               : Aves;
Ordo                : Falconiformes;
Famili              : Accipitridae;
Genus              : Nisaetus;
Spesies             : Nisaetus bartelsi.
Nama latin       : Nisaetus bartelsi.
Sinonim           : Spizaetus bartelsi.

C. Alasan Konservasi Elang Jawa
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Elang Jawa Terbang
Elang Jawa terbang
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah tagihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
Berdasarkan habitatnya burung Elang Jawa juga hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sehingga elang jawa ini perlu dikonservasi.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit karena minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak pestisida.

D.   Upaya Konservasi
1.    Rencana Pemulihan spesies Elang Jawa
Elang Jawa Spizaetus Bartelsi merupakan burung yang sangat indah, tetapi jenis burung pemangsa ini belum banyak diungkapkan dan hanya hidup dikawasan berhutan di pulau Jawa, Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir ini wilayah sebenarnya sudah terfragmentasi, saat ini diiperkirakan hanya tersisa 10% dari wilayah sebaran sebelumna, dan ada peningkatan ancaman bahwa populasinya di sebelah Barat dan Timr Pulau Jawa akan terpisah satu sama lain. Selanjutnya, sejak beberapa tahun ini perdagangan jenis ini semakin meningkat dan merupakan ancaman tertinggi populasi Elang Jawa yang saat ini populasinya semakin mengecil. Untuk menghentikan kecenderungan ini dan mengamankan kawasan habitat spesies ini, maka kelompok Kerja Elang Jawa (KKEJ) telah menyususn Rencana Pemulihan Spesies. KKEJ ini terdiri dari perwakilan beberapa lembaga.
Di beberapa negara Rencana Pemulihan Spesies sudah terbukti merupakan rencana kerja yang berguna untuk konservasi spesies-spesies yang terancam punah. Rencana ini di dasarkan atas prinsip-prinsip bahwa konservasi spesies akan efektif apabila:
Ø  Direncanakan dengan baik dan secara teratur dikaji ulang
Ø  Semua tindakan mempunyai sasaran dan keberhasilan dapat diukur (cara belajar ang tercepat adalah berdasarkan pengalaman)
Ø  Semua lembaga yang mempunyai masukan untuk konservasi spesies dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama
2.  Pelestarian Satwa Elang Jawa
http://ihsand3.files.wordpress.com/2009/12/elang-jawa2.jpgPerambahan hutan dan pengalihan fungsi lahan menyebabkan sejumlah spesies satwa dilindngi terancam punah. Salah satunya burung Elang Jawa. Sayangnya usaha pelestarian untuk mengembalikan satwa ini kea lam bebas masih terkendala minimnya pendanaan.
Keprihatinan akan semakin punahnya burung Elang Jawa semakin dirasakan terutama oleh para pecinta alam dan aktivis lingkungan. Berbagai usaha untk mengembalikan satwa langka kehabitat asalnyapun terus dilakukan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 telah ditetapkan bahwa burung-burung pemangsa adalah satwa yang dilindungi khususnya sampai tingkat famili Accipitridae. Dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut karena adanya peningkatan tekanan terhadap keberadaan burung pemangsa baik diburu atau diperdagangkan ataupun hilangnya sumber makanan. Oleh karena itu, burung-burung tersebut dilaang untuk diperdagangkan, bahkan secara internasional statusnya dilindungi. Burung pemangsa memilk peranan penting dalam mempertahankan keutuhan sebuah ekosistem, karena burung pemangsa mempunyai peranan sebagai predator dalam mata rantai ekosistem. Lantas jalan apa yang harus ditempuh, supaya kita tahu ke mana burung-burung tersebut dijual?. Mungkin sebaiknya dilakukan investigasi kepasar-pasar burung. Untuk melakukan investigasi perdagagan ini diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Adanya koordinasi dari perlindunan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) atau Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dengan petugas hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum, mungkin akan memudahkan investigasi di lapangan.
Kegiatan pelestarian burung pemangsa bukan tugas orang pemerintah saja. Pihak yang terkait (Stakeholder). Investigasi terhadap perdagangan ini sebetulnya dapat dilakukan dengan sistematik, dimana akan memberikan manfaat bagi stakeholder.
E.    Penyebaran Elang Jawa
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sehingga elang jawa ini perlu dikonservasi.
Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun. Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar