Minggu, 08 Januari 2012

Pendidikan Berkarakter


A.   Definisi Pendidikan Berkarakter
            Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
            Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
            Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
            Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
            Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
            Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
            Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari, dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

B.   Pentingnya Pendidikan Berkarakter
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Secara yuridis bunyi undang-undang tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan harus memiliki karakter positif yang kuat, artinya praktik pendidikan tidak semata berorientasi pada aspek kognitif, melainkan secara terpadu menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan, yakni kognitif (aspek intelektual: pengetahuan, pengertian, keterampilan berfikir), afektif (aspek perasaan dan emosi: minat, sikap, apresiasi, cara penyesuaian diri), dan psikomotor (aspek keterampilan motorik), serta berbasis pada karakter positif dengan berbagai indikator. Pendidikan dewasa ini lebih mengutamakan ranah kognitif dan sedikit mengabaikan ranah yang lain. Hal ini tentunya selain bertentangan dengan UU juga bisa berdampak negatif terutama bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan diluar kecerdasan kognitif.
Untuk terciptanya pendidikan berkaraker positif selain perlunya penyeimbangan ranah-ranah sebagaimana tersebut diatas, juga perlunya pendekatan pedagogis (seni, strategi, gaya pembelajaran) yang tepat kepada anak didik, tentunya tanpa mengabaikan nilai-nilai religious dan nilai dasar etnopedagogis (cageur, bener, pinter, singer, motekar, rapekan).
            Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
            Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
            Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
            Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.  Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan, yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.
            Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter sangat penting diterapkan pada peserta didik maupun masyarakat karena pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

C.   Solusi Pendidikan Berkarakter Berdasarkan Metodelogi Studi Islam
            Agar pendidikan karakter bisa berfungsi semestinya, tiga basis desain sangat diperlukan yaitu sebagai berikut:
1.  Desain pendidikan karakter berbasis kelas
Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas.
2.  Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah
          Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
3.  Desain pendidikan karakter berbasis komunitas
Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka.
            Salah satu solusi untuk menerapkan pendidikan berkarakter pada setiap individu adalah  dengan menerapkan pembelajaran yang berbasiskan pendidikan berkarakter disekolah atau dilembaga formal lainnya. Dengan pendidikan berkarakter diharapkan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik menjadi pengalaman dalam pembentukan kepribadian dengan cara memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama dan budaya. Sesuai wacana yang berkembang, secara sederhana pendidikan berkarakter adalah segala sesuatu yang dilakukan sehingga memengaruhi karakter peserta didik. Thomas Lickona, dalam Education for Character mendefinisikan bahwa pendidikan berkarakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.
            Sedangkan solusi pemerintah untuk menghasilkan peserta didik yang mampu sesuai tujuan Negara yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa. Dapat dilihat dari berbagai sisi ide tentang kurikulum pendidikan disekolah. Pertama, kurikulum yang berstandar mutu baik yang mampu memberikan pelajaran atau cara belajar anak dengan kurikulum berkarakter agar murid berlatih jujur, sabar, terampil, spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Kedua, pendidikan dilingkungan sekolah benar-benar dapat bersifat pendidikan karakter. Ketiga, peserta didik dilatih untuk berakhlak mulia dengan pendidikan berkarakter ini. Kebiakan pemerintah ini, mampu menghasilkan anak didik yang sesuai dengan tujuan Negara serta mampu membangkitkan karakter-karakter yang positif pada peserta didik.
            Solusi lainnya adalah jelas bahwa pendidikan berkarakter ini kuncinya adalah taat pada peratuaran Allah dan menjauhi larangan Allah. Segala peraturan itu sudah ada yang membuatnya yaitu Allah, islam telah mengatur bagaimana sistem pendidikan yang tepat. Terbukti ketika masa zaman kejayaan islam dulu pemuda islam sudah mampu menjadi luar biasa, anak 7 tahun sudah bisa mengahafal alqur’an, banyak cendekiawan muslim yang tidak hanya ahli dalam satu hal tapi berbagai hal. Didukung pula dengan system islam yang kaffah sehingga dimanapun berada akan diatur oleh peraturan islam. Dan jelas bahwa sebenarnya islam punya solusi yaitu dengan menaati segara peraturan Allah. Daulah islam (khalifah islamiah) yang dapat menjalankan peraturan islam secara kaffah karena islam mengatur secara menyeluruh.

Elang Jawa


A. Elang Jawa
Elang Jawa atau dalam nama ilmiahnya Nisaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung.


1.    Ciri-ciri Elang Jawa
Adapun ciri-ciri elang jawa adalah sebagai berikut :
-            Elang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).
-            Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu,
-            panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari).
-            Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.
-            Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki.
-            Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari.
-            Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah,
-            ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.
-            Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan.
-            Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda.
Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

2.    Habitat Elang Jawa
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau didataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti diujung kulon dan meru Betiri. Sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2200 m dan kadang-kadang 3000 m dpl. Elang Jawa lebih memilih habitat yang masih alami di hutan alam (48%) dan menghindari hutan tanaman
3.    Makanan Elang Jawa
Makanan elang Jawa antara lain berbagai jenis reptile, burung-burung sejenis walik, punai dan ayam kampong. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, msang, tikus sampai dengan anak monyet. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka.
4.    Organ Indera Elang Jawa
·         Penglihatan
Mata burung pemangsa berkembang dengan baik, mereka memiliki penglihatan 10 kali dari penglihatan manusia. Elang Jawa mempunyai penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh.
·         Cakar
Cakar Elang Jawa, memiliki otot-otot yang kuat dilengkapi dengan kuku yang tajam untuk mencegah mangsa-mangsa yang lepas pada saat dicengkeram oleh elang Jawa.
·         Paruh
Elang Jawa memiliki paruh yang ajam dan kuat untuk mencabik-cabik mangsanya. Paruh elang tidak bergerigi tetapi mempunyai bengkok yang kuat.
·         Sistem Pernapasan
Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai Ventrikel.



5.    Reproduksi Elang Jawa

·           Musim kawin elang terjadi antara akhir bulan Januari hingga Mei.
·           Elang Jawa Berkembang Biak setiap 2 tahun dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya, musim berbiak Mei-Agustus.
·           Jumlah anak elang Jawa umumnya 1 ekor, dengan jumlah telur 1 butir.
·           Masa mengerami 44 – 48 hari.
·           Sarang dibuat bersama oleh sepasang induk pada pohon yang tinggi di tengah hutan.


elang3.JPG

Ketika akan berbiak, perilaku display di udara mulai dilakukan. Perilaku seperti soaring berpasangan, kejar-kejaran (betina terjun diagonal di ikuti oleh jantan mengejar dari belakang), dan presentasi talon berpasangan.
6.    Distribusi Elang Jawa
Elang Jawa merupakan satwa endemic Pulau Jawa yang tersebar dari Ujung Barat Taman Nasional Ujung Kulon hingga ujung Timur Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian, penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan prmer dan di daerah perbukitan berhutan pada dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan diseparuh belahan selatan Pulau Jawa.




B. Taksonomi Elang Jawa
Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.
Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung Spizaetus nipalensis. Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.
Nama latin untuk elang jawa kini resminya telah berganti dari Spizaetus bartelsi menjadi Nisaetus bartelsi.
Javan Hawk Eagle (Spizaetus bartelsi) (464508083).jpgKlasifikasi ilmiahnya adalah sebagai berikut:
Kerajaan          : Animalia;
Filum               : Chordata;
Kelas               : Aves;
Ordo                : Falconiformes;
Famili              : Accipitridae;
Genus              : Nisaetus;
Spesies             : Nisaetus bartelsi.
Nama latin       : Nisaetus bartelsi.
Sinonim           : Spizaetus bartelsi.

C. Alasan Konservasi Elang Jawa
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Elang Jawa Terbang
Elang Jawa terbang
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah tagihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
Berdasarkan habitatnya burung Elang Jawa juga hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sehingga elang jawa ini perlu dikonservasi.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit karena minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak pestisida.

D.   Upaya Konservasi
1.    Rencana Pemulihan spesies Elang Jawa
Elang Jawa Spizaetus Bartelsi merupakan burung yang sangat indah, tetapi jenis burung pemangsa ini belum banyak diungkapkan dan hanya hidup dikawasan berhutan di pulau Jawa, Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir ini wilayah sebenarnya sudah terfragmentasi, saat ini diiperkirakan hanya tersisa 10% dari wilayah sebaran sebelumna, dan ada peningkatan ancaman bahwa populasinya di sebelah Barat dan Timr Pulau Jawa akan terpisah satu sama lain. Selanjutnya, sejak beberapa tahun ini perdagangan jenis ini semakin meningkat dan merupakan ancaman tertinggi populasi Elang Jawa yang saat ini populasinya semakin mengecil. Untuk menghentikan kecenderungan ini dan mengamankan kawasan habitat spesies ini, maka kelompok Kerja Elang Jawa (KKEJ) telah menyususn Rencana Pemulihan Spesies. KKEJ ini terdiri dari perwakilan beberapa lembaga.
Di beberapa negara Rencana Pemulihan Spesies sudah terbukti merupakan rencana kerja yang berguna untuk konservasi spesies-spesies yang terancam punah. Rencana ini di dasarkan atas prinsip-prinsip bahwa konservasi spesies akan efektif apabila:
Ø  Direncanakan dengan baik dan secara teratur dikaji ulang
Ø  Semua tindakan mempunyai sasaran dan keberhasilan dapat diukur (cara belajar ang tercepat adalah berdasarkan pengalaman)
Ø  Semua lembaga yang mempunyai masukan untuk konservasi spesies dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama
2.  Pelestarian Satwa Elang Jawa
http://ihsand3.files.wordpress.com/2009/12/elang-jawa2.jpgPerambahan hutan dan pengalihan fungsi lahan menyebabkan sejumlah spesies satwa dilindngi terancam punah. Salah satunya burung Elang Jawa. Sayangnya usaha pelestarian untuk mengembalikan satwa ini kea lam bebas masih terkendala minimnya pendanaan.
Keprihatinan akan semakin punahnya burung Elang Jawa semakin dirasakan terutama oleh para pecinta alam dan aktivis lingkungan. Berbagai usaha untk mengembalikan satwa langka kehabitat asalnyapun terus dilakukan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 8 tahun 1999 telah ditetapkan bahwa burung-burung pemangsa adalah satwa yang dilindungi khususnya sampai tingkat famili Accipitridae. Dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut karena adanya peningkatan tekanan terhadap keberadaan burung pemangsa baik diburu atau diperdagangkan ataupun hilangnya sumber makanan. Oleh karena itu, burung-burung tersebut dilaang untuk diperdagangkan, bahkan secara internasional statusnya dilindungi. Burung pemangsa memilk peranan penting dalam mempertahankan keutuhan sebuah ekosistem, karena burung pemangsa mempunyai peranan sebagai predator dalam mata rantai ekosistem. Lantas jalan apa yang harus ditempuh, supaya kita tahu ke mana burung-burung tersebut dijual?. Mungkin sebaiknya dilakukan investigasi kepasar-pasar burung. Untuk melakukan investigasi perdagagan ini diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Adanya koordinasi dari perlindunan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) atau Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dengan petugas hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum, mungkin akan memudahkan investigasi di lapangan.
Kegiatan pelestarian burung pemangsa bukan tugas orang pemerintah saja. Pihak yang terkait (Stakeholder). Investigasi terhadap perdagangan ini sebetulnya dapat dilakukan dengan sistematik, dimana akan memberikan manfaat bagi stakeholder.
E.    Penyebaran Elang Jawa
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sehingga elang jawa ini perlu dikonservasi.
Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun. Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.